Jumat, 29 Mei 2009

Obati Lupus dengan Terapi Agresif & Konservatif

text TEXT SIZE :
Share
Foto: Corbis
JIKA Anda mengalami sakit pada sendi, sering merasa cepat lelah, merasa sakit bila menarik napas, dan ada bercak merah berbentuk kupu-kupu di wajah, Anda harus waspada. Itu gejala-gejala penyakit lupus. Penyakit yang biasa disebut dengan penyakit seribu wajah ini bisa berakibat fatal.

Menurut Tiara Savitri, salah satu (penderita lupus) yang kemudian mendirikan Yayasan Lupus Indonesia, lupus merupakan penyakit baru yang mematikan, setara dengan kanker. Lupus sendiri adalah penyakit kronis atau menahun dan dikenal sebagai penyakit autoimun, di mana jaringan dalam tubuh dianggap sebagai benda asing. Lupus sering juga disebut sebagai great imitator atau peniru ulung, atau juga penyakit seribu wajah karena menyerupai penyakit lain.

Reaksi sistem imunitas bisa mengenai berbagai sistem organ tubuh, seperti jaringan kulit, otot, tulang, sistem saraf, sistem kardiovaskuler, paru-paru, lapisan pada paru-paru, hati, sistem pencernaan, mata, otak, maupun pembuluh darah dan sel-sel darah. Penyakit lupus atau Systemic Lupus Erythematosus (SLE) lebih sering menyerang bangsa Afrika dan Asia daripada Eropa. Penyakit ini pun sering diderita oleh perempuan yang berusia sekitar 15-40 tahun atau selama usia produktif. Oleh karena itu, penyakit lupus ini juga diduga berhubungan dengan hormon esterogen.

Sampai saat ini penyakit ini belum diketahui penyebabnya. Namun diduga terjadinya penyakit ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor genetik, lingkungan, dan sistem kekebalan hormonal. Faktor genetik yang abnormal menyebabkan seseorang rentan menderita lupus, sedangkan lingkungan sangat berperan sebagai faktor pemicu untuk orang yang sebelumnya sudah memiliki gen abnormal.

Gejala-gejala

Ada sejumlah gejala dari penyakit ini, antara lain, sakit pada sendi atau tulang, demam yang berkepanjangan atau panas tinggi bukan karena infeksi, sering cepat merasa lelah, ruam pada kulit, anemia, gangguan ginjal atau kebocoran ginjal sehingga protein banyak yang terbuang melalui urin, bercak merah pada wajah yang berbentuk kupu-kupu, sensitif terhadap sinar matahari, rambut rontok, ujung jari berwarna kebiruan atau pucat, stroke, penurunan berat badan, sakit kepala, kejang, sariawan yang hilang-timbul, dan keguguran. "Jika dari beberapa gejala tadi ada empat yang kita rasakan, maka segera periksa karena mungkin saja menderita penyakit lupus," terang Tiara. Pada ibu hamil, gejala lupus sering muncul ketika hamil atau setelah melahirkan.

Tubuh memiliki kekebalan untuk menyerang penyakit. Tapi dalam penyakit lupus ini, kekebalan tubuh justru menyerang organ tubuh yang sehat karena penyakit lupus diduga berkaitan dengan sistem imunologi yang berlebihan. Pada penderita lupus, antibodi yang terbentuk di dalam tubuh muncul secara berlebihan sehingga menyerang sel-sel jaringan organ tubuh yang sehat. Kelainan disebut autoimunitas. Dan antibodi yang bersama darah sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler dan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal, kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang atau fagosit. Tapi dalam keadaan abnormal, kompleks ini tidak dapat dibatasi dengan baik.

Sel-sel radang tadi akan bertambah akan bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan di sekitar kompleks. Dan hasilnya, proses peradangan akan berkepanjangan dan merusak organ tubuh dan mengganggu fungsinya. Jika hal ini terjadi, dalam jangka panjang fungsi organ tubuh akan terganggu.

Terapi Konservatif dan Agresif

Memang agak sulit untuk sembuh total dari penyakit lupus ini. Meskipun demikian, pengobatan yang tepat dapat menekan gejala klinis dan komplikasi yang mungkin terjadi. Satu hal yang perlu dikenali adalah sifat penyakit lupus yang dapat menyerupai penyakit lain, sehingga seeringkali si pasien datang ke dokter umum atau yang beragam. Program pengobatan yang tepat bersifat individual dan tergantung pada gambaran klinis dan perjalanan penyakitnya.

Umumnya, diagnosis ditemukan setelah dokter secara bertahap mempelajari riwayat kesehatan pasien dan menggabungkan berbagai keluhan tersebut. Sampai saat ini belum ada pemeriksaan atau pun kombinasi. Terapi konservastif biasanya menggunakan antiinflamasi non-steroid (indometasin, asetaminofen, ibuprofn) salisilat, kortikosteroid (prednison, prednisolon) dosis rendah, dan antimalaria. Sedangkan terapi agresif menggunakan kortikosteroid dosis tinggi dan imunosupresif ataupun kombinasi.

Penderita lupus menggunakan krem pelindung sinar matahari, baju lengan panjang, topi atau payung jika bepergian karena sangat sensitif terhadap sinar matahari. "Bercak merah itu akan terlihat jika si penderita marah, seneng, sedih, atau apa pun yang berhubungan dengan emosi. Makanya harus stabil," jelasnya.

Sebelum tahun 1950, penyakit lupus merupakan penyakit yang fatal. Namun saat ini, dengan pemakaian kortikosteroid yang tepat dan kombinasi dengan obat lain, hasilnya lebih baik. Kematian paling sering disebabkan oleh komplikasi gagal ginjal, kerusakan jaringan otak, dan infeksi sekunder.
(Genie/Genie/tty)

quoted by: m barja sanjaya, from OKEZONE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar