Jumat, 29 Mei 2009

Waspada Virus H1N1, Perkuat Daya Tahan Tubuh

thenewspointer.blogdns.com
MANUSIA sehat punya kekebalan tubuh untuk mengenyahkan virus flu yang masuk ke dalam tubuh. Pada kasus flu babi, kekhawatirannya adalah terjadinya mutasi antara virus H1N1, flu burung, dan flu manusia.

Manusia sudah sejak lama "bersahabat" dengan influenza atau disingkat flu. Virus memang banyak tipenya, dan virus influenza yang terdiri atas influenza A, B, dan C dapat berubah setiap tahun. Kendati virus tersebut dapat membuat kita sakit, sesungguhnya sistem kekebalan tubuh akan berupaya maksimal menangkalnya sehingga flu jarang berdampak kematian bagi orang sehat.

Akan tetapi, adakalanya virus dapat mengubah struktur genetiknya sedemikian rupa (bisa disebabkan faktor lingkungan yang memicu mutasi genetik) sehingga tubuh tak lagi mampu melindungi diri. Hal ini biasanya terjadi manakala virus flu pada hewan (semisal flu burung) mengalami mutasi genetik dengan virus lainnya (prosesnya disebut reassortment), lalu berpindah ke manusia.

Hal inilah yang saat ini masih menjadi kekhawatiran para ilmuwan medis di seluruh dunia. Kendati Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika mengungkapkan bahwa kasus flu babi saat ini mulai mereda, mereka mengkhawatirkan virus akan bermutasi menjadi virus baru yang lebih berbahaya.

Secara keseluruhan, saat ini terdapat sekitar 6.000 kasus flu babi yang telah dikonfirmasikan melalui tes laboratorium, dengan 63 kematian di seluruh dunia. Di Meksiko sendiri terdapat 2.282 konfirmasi, dengan 58 kematian. Rata-rata penderita berumur 18 tahun atau kurang. Di Meksiko, flu babi menyebabkan sejumlah penyakit pernapasan pada sejumlah pasien dan membunuh remaja dan orang dewasa yang sebenarnya secara normal dapat melawan flu.

Hingga kini, seberapa pelik virus flu babi (H1N1) masih mengundang pertanyaan, yang mana jawabannya dapat berubah setiap waktu. Ini karena virus flu memang mudah berubah. Sebagai contoh, pandemi flu spanyol tahun 1918 diawali dengan merebaknya infeksi flu ringan pada musim semi. Namun nyatanya, beberapa bulan kemudian berubah menjadi tipe virus yang lebih mematikan. Hal yang sama juga bisa terulang pada kasus flu babi kali ini.

"Virus flu babi sangat memungkinkan untuk berkembang. Jika hal ini terjadi, jelas akan membahayakan bagi umat manusia," tandas pimpinan komisi penanggulangan flu dari WHO, Keiji Fukuda.

Flu burung yang sejatinya merupakan tipe flu pada unggas, sekitar 60 persen korbannya adalah manusia. Namun, flu burung ini tidak mudah menyebar dari manusia ke manusia. Adapun flu babi dapat menyebar lewat bersin atau jabat tangan. Lantas, apa yang terjadi manakala keduanya berpadu?

Inilah bom waktu yang ditakutkan penduduk dunia. Manakala dua virus flu bertemu, tentunya akan lebih membahayakan dan dapat dengan mudah menyebar ke berbagai negara. Para ilmuwan tak seberapa yakin akan kemungkinan terjadinya hal ini. Namun, ketakutan munculnya tipe (strain) virus ganas perpaduan flu babi, flu burung, dan flu manusia tetap mengundang kecemasan.

"Kekhawatiran terbesar kami adalah manakala virus H1N1 ini masuk ke wilayah episentrum H5N1 (flu burung) di Indonesia, Mesir dan China. Inilah petaka yang sesungguhnya," kata ahli virologi dari St Jude's Children's Research Hospital di Memphis, Dr Robert Webster.

Ia mengemukakan, virus H1N1 ini saat ini belum secara ekstrem berubah. "Ia masih ?bayi' dan sedang bertumbuh. Yang kita lakukan sekarang adalah mengawasi karena virus ini ada kemungkinan melemah dan lenyap, atau sebaliknya malah mengganas," sebut Webster.

Apa yang dikemukakan Webster mengacu pada kondisi pandemi flu, yaitu suatu keadaan di mana virus telah bermutasi dan manusia sama sekali tidak punya kekebalan terhadap virus flu tersebut. Selain itu, virus mudah menyebar antarmanusia. WHO mengungkapkan, sekitar 2 miliar orang dapat terjangkit flu babi jika wabah ini berubah menjadi pandemi.

Namun, Keiji Fukuda mengatakan bahwa terlalu dini untuk menyimpulkan. Sejauh ini WHO juga tidak melihat adanya bukti penularan dari manusia ke manusia di luar kasus di Amerika Utara.

Sementara itu, Malik Peiris, seorang ahli infeksi dari Universitas Hong Kong, mengungkapkan kekhawatiran yang sama, yakni berbaurnya virus flu babi dengan virus flu musiman, terlebih musim flu akan segera tiba seperti halnya di Hemisphere Utara.

Tamiflu untuk Daya Tahan Tubuh Lemah

Epidemi flu babi tampak mulai mereda sekarang, dilihat dari angka kematian yang makin sedikit, kendati virus ini telah menyebar hingga setidaknya di 33 negara. Namun, para ahli tetap khawatir bilamana virus ini bermutasi menjadi tipe baru yang lebih berbahaya. Dengan begitu, mau tidak mau timbul pertanyaan: siapa saja yang perlu diberi terapi antivirus?

WHO baru-baru ini menyarankan negara-negara untuk memastikan persediaan obat antivirus guna menangani pasien yang dinilai berisiko. Dibandingkan Amerika dan Meksiko, negara-negara Eropa malah lebih agresif menggunakan obat-obatan antivirus seperti Tamiflu and Relenza. Ini dilakukan sebagai langkah pencegahan sedini mungkin sebelum terjadi penyebaran virus yang lebih luas lagi.

"Akan tetapi, WHO merekomendasikan obat antivirus, terutama bagi orang-orang dengan ketahanan tubuh rendah seperti pasien dengan penyakit komplikasi dan ibu hamil," ujar staf medis WHO, Dr Nikki Shindo.

Senada dengan WHO, CDC Amerika juga menyarankan wanita hamil yang terdiagnosis flu babi untuk mengonsumsi obat flu. Bahwasanya flu mudah menyerang saat kekebalan tubuh menurun. Nah, saat hamil kekebalan tubuh juga ikut menurun sehingga rentan tertular virus. Flu pada wanita hamil juga lebih mudah berkembang menjadi pneumonia.

Wanita hamil harus mengonsumsi obat flu dengan resep dokter jika mereka terdiagnosis flu babi. Risiko efek samping dari virus terhadap janin dinilai lebih tinggi ketimbang efek obat flu seperti Tamiflu dan Relenza terhadap janin.
(Koran SI/Koran SI/tty)

quoted by: m barja sanjaya, from OKEZONE

Tidak ada komentar:

Posting Komentar